Proposal Skripsi (BAB II) - Peran Pemerintah Dalam Meningkatkan Retribusi Terminal Di Terminal Regional Daya Kota Makassar

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Peran Pemerintah
download file lengkap disini

Teori peran (role theory) mendefinisikan “peran” atau “role” sebagai “the boundaries and sets of expectations applied to role incumbents of a particular position, which are determined by the role incumbent and the role senders within and beyond the organization’s boundaries” (Banton, Katz & Kahn, dalam Bauer, 2003: 54). Selain itu, Robbins mendefinisikan peran sebagai “a set of expected behavior patterns attributed to someone occupying given position in a social unit” Robbins (2001: 227).

Menurut Dougherty & Pritchard dalam Bauer (2003: 55), teori peran ini memberikan suatu kerangka konseptual dalam studi perilaku di dalam organisasi. Mereka menyatakan bahwa peran itu “melibatkan pola penciptaan produk sebagai lawan dari perilaku atau tindakan”. Lebih lanjut, Dougherty & Pritchard mengemukakan bahwa relevansi suatu peran itu akan bergantung pada penekanan peran tersebut oleh para penilai dan pengamat (biasanya supervisor dan Kepala Sekolah) terhadap produk atau outcome yang dihasilkan. Dalam hal ini, strategi dan struktur organisasi juga terbukti mempengaruhi peran dan persepsi peran atau role perception (Kahn, Oswald, Mossholder, & Harris, dalam Bauer, 2003: 58).
Ditinjau dari Perilaku Organisasi, peran ini merupakan salah satu komponen dari sistem sosial organisasi, selain norma dan budaya organisasi. Di sini secara umum ‘peran’ dapat didefinisikan sebagai “expectations about appropriate behavior in a job position (leader, subordinate)”. Ada dua jenis perilaku yang diharapkan dalam suatu pekerjaan, yaitu (1) role perception: yaitu
persepsi seseorang mengenai cara orang itu diharapkan berperilaku; atau dengan
kata lain adalah pemahaman atau kesadaran mengenai pola perilaku atau fungsi
yang diharapkan dari orang tersebut, dan (2) role expectation: yaitu cara orang
lain menerima perilaku seseorang dalam situasi tertentu. Dengan peran yang
dimainkan seseorang dalam organisasi, akan terbentuk suatu komponen penting
dalam hal identitas dan kemampuan orang itu untuk bekerja. Dalam hal ini, suatu
organisasi harus memastikan bahwa peran-peran tersebut telah didefinisikan
dengan jelas.
Scott dalam Kanfer (1987: 197) menyebutkan 5 (lima) aspek penting
dari peran, yaitu:
1. Peran itu bersifat impersonal: posisi peran itu sendiri akan menentukan
harapannya, bukan individunya.
2. Peran itu berkaitan dengan perilaku kerja (task behavior) – yaitu,
perilaku yang diharapkan dalam suatu pekerjaan tertentu.
3. Peran itu sulit dikendalikan (role clarity and role ambiguity)
4. Peran itu dapat dipelajari dengan cepat dan dapat menghasilkan beberapa
perubahan perilaku utama.
5. Peran dan pekerjaan (jobs) itu tidaklah sama seseorang yang melakukan
satu pekerjaan bisa saja memainkan beberapa peran.
Peran (role) merupakan proses dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya (Soekanto, 2009: 212). Levinson dalam Soekanto (2009: 213) mengatakan peranan mencakup tiga hal, antara lain:
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
Menurut Robert M. MacIver (1960: 5) goverment is the organization of men under authority ... how man can be govern. Artinya pemerintah adalah sebagai suatu organisasi dari orang-orang yang mempunyai kekuasaan bagaimana manusia itu bisa diperintah. Sedangkan menurut Woodrow Wilson (1924: 9) government in last analysis, is organized force, not necessarily or invariably organized armed force, but two of a few man, of many man, or of a community. Artinya pemerintah dalam akhir uraiannya, adalah suatu pengorganisasian kekuatan, tidak selalu berhubungan dengan organisasi kekuatan angkatan bersenjata, tetapi dua atau sekelompok orang dari sekian banyak kelompok orang yang dipersiapkan oleh suatu organisasi untuk mewujudkan maksud-maksud bersama mereka dengan hal-hal yang memberikan keterangan bagi urusan-urusan umum kemasyarakatan.
Menurut Taliziduhu Ndraha (2001: 81) pemerintahan dapat digolongkan menjadi 2 golongan besar yaitu pemerintahan konsentratif dan dekonsentratif. Pemerintahan dekonsentratif terbagi atas pemerintahan dalam negeri dan pemerintahan luar negeri. Pemerintahan dalam negeri terbagi atas pemerintahan sentral dan desentral. Pemerintahan sentral dapat diperinci atas pemerintahan umum dan bukan pemerintahan umum. Yang termasuk ke dalam pemerintahan umum adalah pertahanan keamanan, peradilan, luar negeri dan moneter.
Karakteristik pemerintahan yang orientasinya kepada Anglo Saxon menurut Koswara (2003: 3) lebih memperhatikan kemandirian masyarakat regional dan lokal, antara lain:
a. Partisipasi masyarakat yang luas dalam kegiatan pemerintahan,
b. Tanggung jawab sistem administrasi kepada badan legislatif,
c. Tanggung jawab pegawai peradilan biasa dan
d. Sifatnya lebih desentralistik.
C.F. Strong dalam Koswara (2003: 247) memberikan makna pemerintahan sebagai pemerintahan menunjukkan bahwa pemerintah mempunyai kewenangan yang dapat digunakan untuk memelihara kedamaian dan keamanan Negara baik ke dalam maupun keluar. Untuk melaksanakan kewenangan itu, pemerintah harus mempunyai kekuatan tertentu, antara lain kekuatan di bidang militer atau kemampuan untuk mengendalikan angkatan perang, kekuatan legislatif, atau pembuatan undang-undang serta kekuatan finansial atau kemampuan mencukupi keuangan masyarakat dalam rangka membiayai keberadaan Negara bagi penyelenggaran peraturan. Semua kekuatan tersebut harus dilakukan dalam rangka penyelenggaraan kepentingan Negara.
Finer dalam Pamudji (1993: 24-25) mendefinisikan bahwa istilah “government” paling sedikit mempunyai 4 (empat) arti yaitu:

1. Menunjukkan kegiatan atau proses pemerintah, yaitu melaksanakan kontrol atas pihak lain (the activity or the process of governing).
2. Menunjukkan masalah-masalah (hal ikhwal) Negara dalam mana kegiatan atau proses di atas dijumpai (states of affairs).
3. Menunjukkan orang-orang (pejabat-pejabat) yang dibebani tugas-tugas untuk memerintah (people chargewidth the duty of governing).
4. Menunjukkan cara, metode atau sistem dengan mana suatu masyarakat tertentu diperintah (the manner, method or system by which a particular society is governed).
Pemerintahan dalam konteks penyelenggaraan Negara menunjukkan adanya badan pemerintahan (institutional), kewenangan pemerintah (authority), cara memerintah (technique to govern), wilayah pemerintahan (state, local, rural and urban) dan sistem pemerintahan (government system) dalam menjalankan fungsi pemerintahannya. Bayu Suryaningrat dalam Supriatna (2007 : 2) bahwa unsur yang menjadi ciri khas atau karakteristik mendasar perintah menunjukkan :
1. Adanya keharusan, menunjukkan kewajiban apa yang diperintahkan.
2. Adanya dua pihak, yaitu yang memberi perintah dan yang menerima perintah. 3. Adanya hubungan fungsional antar yang memberi dan menerima perintah, dan
4. Adanya wewenang atau kekuasaan untuk memberi perintah.
Rasyid dalam Supriatna (2007: 2) mengatakan bahwa pemerintahan mengandung makna mengatur (Undang-Undang), mengurus (mengelola) dan memerintah (memimpin) dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan bagi kepentingan rakyat.
B. Tugas dan Fungsi Pemerintah
Osborne dan Gaebler ( 1992 ) menawarkan konsep ‘Steering Rather than Rowing’, tidak berarti kedudukan, peran dan fungsi birokrasi pemerintah tidak lagi penting, sekalipun dalam kenyataan ada gambaran yang menunjukkan bahwa secara kuantitatif peran dan fungsi birokrasi semakin berkurang bersamaan dengan meningkatnya peran dan fungsi masyarakat dalam proses pemerintahan.
Konsep New Public Management (NPM) oleh Osborne dan Gaebler (1992) terdapat suatu orientasi yang menghendaki adanya perubahan peran dan fungsi birokrasi agar semakin menempatkan dirinya sebagai katalisator dalam proses penyediaan barang-barang publik. Sehingga melalui peran tersebut diharapkan tercipta efisiensi, efektivitas, dan tingkat ekonomis (Value for Money) yang lebih tinggi dibandingkan jika semua itu dikerjakan sendiri oleh birokrasi. Inilah nilai transformasi penting yang berkaitan dengan sifat dan peranan birokrasi pemerintahan di tengah masyarakat yang terus berkembang dinamik dan kompleks. Dalam kedudukannya sebagai katalisator, birokrasi secara kolaboratif akan membangun model pelayanan yang bersifat saling mendukung dan menunjang bersama-sama dengan semua stakeholder’s pemerintahan lainnya guna mewujudkan tujuan pemerintahan.
Pemerintah merupakan suatu gejala yang berlangsung dalam kehidupan bermasyarakat yaitu hubungan antara manusia dengan setiap kelompok termasuk dalam keluarga. Masyarakat sebagai suatu gabungan dari sistem sosial, akan senantiasa menyangkut dengan unsur-unsur pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti keselamatan, istirahat, pakaian dan makanan. Dalam memenuhi kebutuhan dasar itu, manusia perlu bekerja sama dan berkelompok dengan orang lain; dan bagi kebutuhan sekunder maka diperlukan bahasa untuk berkomunikasi menurut makna yang disepakati bersama, dan institusi sosial yang berlaku sebagai kontrol dalam aktivitas dan mengembangkan masyarakat. Kebutuhan sekunder tersebut adalah kebutuhan untuk bekerjasama, menyelesaikan konflik, dan interaksi antar sesama warga masyarakat.
Timbulnya kebutuhan dasar dan sekunder tersebut maka terbentuk pula institusi sosial yang dapat memberi pedoman melakukan kontrol dan mempersatukan (integrasi) anggota masyarakat (Malinowski dalam Garna, 1996: 55). Untuk membentuk institusi-institusi tersebut, masyarakat membuat kesepakatan atau perjanjian diantara mereka, yang menurut Rosseau (terjemahan Sumardjo, 1986: 15) adalah konflik kontrak sosial (social contract). Adanya kontrak social tersebut selanjutnya melahirkan kekuasan dan institusi pemerintahan yakni sebagai berikut:

1. Peran Pemerintah Sebagai Fasilitator
Fasilitator adalah seorang yang membantu sekelompok orang memahami bersama mereka dan membantu mereka membuat rencana guna mencapai tujuan tersebut tanpa mengambil posisi tertentu dalam diskusi (Sam Kanner and Colleagues, 2007: 32). Fasilitator senantiasa menjadikan suatu hal semakin mudah dengan cara menggunakan serangkaian teknik dan metode untuk mendorong orang memberikan yang terbaik pada waktu mereka bekerja dan berinteraksi untuk mencapai hasil. Secara umum, fasilitator diminta membantu orang untuk mengambil keputusan dan mencapai hasil pada suatu pertemuan, sesi pengembangan tim, pemecahan masalah secara berkelompok dan kegiatan pelatihan.
Fasilitator berasal dari kata Facile (bahasa Prancis) dan Facilis (bahasa latin) artinya mempermudah (to faciliate = to Made Easy). Dalam beberapa definisi dikatakan bahwa mempermudah adalah membebaskan kesulitan dan hajatan, membuatnya menjadi mudah, mengurangi pekerjaan, membantu dalam mencapai tujuan tertentu sedangkan orang yang "mempermudah" disebut dengan "Fasilitator" (Pemandu).
Facilitation si about process, Howe you do something, rather than the content, Wat you do. Fasilitator si process guide, som who makes a process easier or more convenient to Ude (Huter 1993). artinya “Fasilitator adalah tentang proses, bagaimana Anda melakukan sesuatu, ketimbang isinya, apa yang Anda lakukan. Fasilitator adalah pemandu proses, seorang yang membuat proses lebih mudah atau lebih yakin menggunakan” (Huter 1993).
Peran pemerintah yang selama ini sebagai ruler seharusnya diganti dengan sebagai fasilitator seperti yang dikatakan oleh Osborne & Gaebler dalam Mardiasmo (2002), dengan 10 (sepuluh) prinsip Mewirausahakan Birokrasi, yang memperkenalkan paradigma baru dengan menempatkan birokrasi sebagai fasilitator bukan sebagai ruler atau patron. Salah satu dari ke 10 (sepuluh) prinsip terbut adalah Pemerintahan katalis; fokus pada pemberian pengarahan, bukan produksi pelayanan publik. Pemerintah harus menyediakan beragam pelayanan publik, tetapi tidak harus terlibat secara langsung dengan proses produksinya. Sebaiknya pemerintah memfokuskan diri pada pemberian arahan, sedangkan produksi pelayanan publik diserahkan pada pihak swasta dan/atau sektor ketiga (lembaga swadaya masyarakat dan non-profit lainnya).
Fasilitasi dapat dijelaskan dengan banyak cara, beberapa definisi yang sering dipakai adalah sebagai berikut :
1. Fasilitasi adalah memungkinkan atau menjadikan lebih mudah.
2. Fasilitasi adalah mendorong masyarakat untuk membantu dirinya dengan cara hadir bersama mereka.
3. Fasilitasi adalah mendukung individu, kelompok atau organisasi melalui proses-proses partisipasi.
a. Peran dan Fungsi Fasilitator
Peran pemerintah sebagai Fasilitator adalah menciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan (menjembatani kepentingan berbagai pihak dalam mengoptimalkan pembangunan daerah). Sebagai fasilitator, pemerintah berusaha menciptakan atau memfasilitasi suasana yang tertib, nyaman dan aman, termasuk dalam memberikan fasilitas umum dengan memfasilitasi tersedianya sarana dan prasarana pembangunan. Penyediaan fasilitas dalam pengelolaan terminal misalnya, pemerintah dalam hal ini berusaha memberikan pelayanan untuk kepentingan umum (public) dengan memberikan fasilitasi dalam pengelolaan terminal, pemerintah memberikan fasilitas untuk mencapai tujuan yang dimiliki oleh terminal tersebut. Untuk mengetahui peran pemerintah dalam pengelolaan terminal maka perlu langkah yang tepat untuk mengelola terminal menjadi lebih baik, maka dari itu dapat diketahui peran dan fungsi pemerintah sebagai fasilitator sebagai berikut:
1. Fasilitator di Bidang Perencanaan Pengelolaan Pembangunan Terminal
Pendampingan sangat diperlukan untuk bisa mandiri dalam melanjutkan dan meningkatkan usaha dalam pengelolaan Terminal. Pendampingan ini bisa di implementasikan dengan pemberian pelatihan, pendidikan dan peningkatan kedisiplinan serta keterampilan.
Perencanaan dikemukakan oleh Erly Suandy (2001:2) “Secara umum perencanaan merupakan proses penentuan tujuan organisasi (Negara) dan kemudian menyajikan (mengartikulasikan) dengan jelas strategi-strategi (program), taktik-taktik (tata cara pelaksanaan program) dan operasi (tindakan) yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi secara menyeluruh.
Definisi perencanaan tersebut menjelaskan bahwa perencanaan merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan organisasi secara menyeluruh. Definisi perencanaan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan menggunakan beberapa aspek yakni:

a. Penentuan tujuan yang akan dicapai.
b. Memilih dan menentukan cara yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan atas dasar alternatif yang dipilih.
c. Usaha-usaha atau langkah-langkah yang ditempuh untuk mencapai tujuan atas dasar alternatif yang dipilih.
Selain aspek tersebut, perencanaan juga mempunyai manfaat bagi pemerintah sebagai berikut:
a. Dengan adanya perencanaan, maka pelaksanaan kegiatan dapat diusahakan dengan efektif dan efisien.
b. Dapat mengatakan bahwa tujuan yang telah ditetapkan tersebut, dapat dicapai dan dapat dilakukan koreksi atas penyimpangan-penyimpangan yang timbul seawal mungkin.
c. Dapat mengidentifikasi hambatan-hambatan yang timbul dengan mengatasi hambatan dan ancaman.
d. Dapat menghindari adanya kegiatan pertumbuhan dan perubahan yang tidak terarah dan terkontrol.
Planning (Perencanaan) adalah sebuah proses pengambilan keputusan yang menyangkut masa depan dari suatu destinasi atau atraksi. Planning adalah proses yang bersifat dinamis untuk menentukan tujuan, bersifat sistematis dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai, merupakan implementasi dari berbagai alternatif pilihan dan evaluasi apakah pilihan tersebut berhasil. Proses perencanaan menggambarkan lingkungan yang meliputi elemen-elemen: politik, fisik, sosial, budaya dan ekonomi, sebagai komponen atau elemen yang saling berhubungan dan saling tergantung, yang memerlukan berbagai pertimbangan (Paturusi, 2001).
Perencanaan adalah sesuatu proses penyusunan tindakan-tindakan yang mana tindakan tersebut digambarkan dalam suatu tujuan (jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang) yang didasarkan kemampuan-kemampuan fisik, ekonomi, social budaya, dan tenaga yang terbatas.
Perencanaan sebagai suatu alat atau cara harus memiliki 3 (tiga) kemampuan (the three brains) yaitu kemampuan melihat ke depan, kemampuan menganalisis, dan kemampuan melihat interaksi-interaksi antara permasalahan.
Kajian perencanaan dikenal beberapa pendekatan perencanaan, yaitu pendekatan top down (perencanaan menurut jenjang pemerintah dari atas), bottom up (perencanaan menurut jenjang pemerintah dari bawah), politik (perencanaan menurut penjabaran janji politik pemerintahan yang terpilih), teknokratik (perencanaan dengan penggunaan metode dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang kompeten), dan pendekatan partisipatif (perencanaan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan terhadap pembangunan).
Masing-masing pendekatan perencanaan tersebut memiliki karakter dan aktor kunci yang berbeda. Demikian pula, komposisi di antara pendekatan antardaerah tidaklah sama, karena sangat dipengaruhi oleh konstelasi politik di satu wilayah yang bersifat khas. Perencanaan juga tidak selalu sesuai antara teori/prinsip dan praktek, karena banyak sekali aktor dan faktor yang memengaruhinya.
2. Fasilitator di Bidang Pendanaan dan Permodalan (Penganggaran).
Pemberian bantuan pendampingan, juga diperlukan fasilitasi dalam bidang pendanaan maupun permodalan. Peran pemerintah dalam hal ini adalah membantu mencari jalan keluar untuk memperoleh pendanaan yang diperlukan.
Anggaran dapat diartikan sebagai rencana keuangan dalam hal ini daerah selama satu tahun tentang pengeluaran dan sumber penerimaan/pendapatannya. Secara konseptual, anggaran berarti dokumen perencanaan yang memuat kesepakatan antara eksekutif dan legislatif dalam bidang keuangan. Rencana keuangan ini dirumuskan dalam kerangka anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Oleh karena itu, pengertian keuangan daerah selalu melekat dengan APBD yaitu suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah (Hidayat, 2005). Sedangkan penganggaran adalah suatu proses menyusun rencana keuangan yaitu pendapatan dan pembiayaan, kemudian mengalokasikan dana ke masing-masing kegiatan sesuai dengan fungsi dan sasaran yang hendak dicapai. Masing-masing kegiatan tersebut kemudian dikelompokkan ke dalam program berdasarkan tugas dan tanggung jawab dari satuan kerja tertentu (Elmi, 2002)
Anggaran memiliki tiga peran klasik yang menyebabkan perdebatannya menjadi penting, yakni sebagai instrumen regulasi, stabilisasi, dan terdistribusi. Dalam konteks regulasi, anggaran menjadi alat mengatur pola hidup dan perilaku Negara dan bahkan warga Negara. Anggaran dapat memengaruhi pola konsumsi masyarakat terhadap pangan, energi, dan sumber daya yang ada dan dikuasai Negara. Dengan demikian, anggaran memiliki kemampuan memaksa dalam memengaruhi dinamika sosial ekonomi masyarakat, terutama mengubah pola hidup masyarakat.

download file lengkap disini
Proposal Skripsi (BAB II) - Peran Pemerintah Dalam Meningkatkan Retribusi Terminal Di Terminal Regional Daya Kota Makassar Proposal Skripsi (BAB II) - Peran Pemerintah Dalam Meningkatkan Retribusi Terminal Di Terminal Regional Daya Kota Makassar Reviewed by Khalifah on March 02, 2016 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.